Terorisme, Jihad dan Penyebaran Islam

Assalamualaikum pembaca imamsuro.com. Apa kabar? Semoga dalam keadaan sehat, bahagia, kaya raya dan sempurna. Aamiin.

Pada tulisan kali ini saya ingin berbagi tentang sesuatu yang saya dapatkan dari kuliah subuh tadi di masjid. Jadi begini para pembaca, ada sebuah pertanyaan dengan jawaban pilihan ganda. Pertanyaannya adalah seperti para paragraf dibawah ini.

Kalau Anda ingin menangkap beberapa ayam yang ada dipekarangan halaman, strategi apa yang akan Anda gunakan?

  1. Menggunakan senapan angin.
  2. Mengejar ayam.
  3. Menaruh umpan dan menyiapkan kurungan.

Mari kita bahas setiap poin dari jawaban diatas mulai dari pilihan pertama yaitu menggunakan senapan angin. OK, kalau kita gunakan senapan angin maka kita perlu satu peluru satu ayam dan yang namanya ayam nggak diam-diam ditempat melainkan jalan-jalan atau berlarian. Diperlukan kemampuan semacam sniper untuk mengalahkan satu ekor ayam.

Poin kedua kalau kita menangkap ayam dengan mengejar ayam maka sudah dibayangkan bagaimana susahnya kejar-kejaran sama ayam, apalagi dilihat tetangga, maka yang ada adalah kegaduhan.

Poin ketiga adalah kita mengeluarkan modal segenggam beras atau segenggam jagung kemudian dengan panggilan khusus ayam yang sudah universal diseluruh jagad raya baik dunia nyata maupun dunia nyata yaitu “kur kur kur“. Kemudian ayam-ayam itu mendekat, sedangkan yang namanya ayam kalau mematuk makanan itu selalu menunduk jadi ngga tau kalau diatasnya ada kurungan yang siap untuk mengurungnya tanpa menganggu tetangga dan tanpa membuat kegaduhan dilingkungan sekitar.

Penyebaran Agama Islam

Sepertinya kita semua setuju bahwa penyebaran agama Islam di nusantara ini dapat diibaratkan seperti poin ketiga. Pada tahun 1300 an wali songo datang ke Indonesia, dimana pada waktu itu Indonesia adalah sebuah negara musyrik paling besar didunia. Bagaimana tidak? Kita lihat saja candi Borobudur di Magelang itu lebih besar dari candi Budha yang ada di Thailand, bahkan masuk dalam salah satu dari tujuh keajaiban didunia. Kalau kita lihat candi Prambanan di Jogja juga tidak kalah megah dari ketinggiannya dan arsitekturnya.

Islam disebarkan oleh para Wali Allah sebelum penjajahan, disebarkan dengan kedamaian, tanpa kegaduhan, tanpa pertumpahan darah sedikitpun. Kita bisa lihat salah satu contoh pendekatan sunan Kudus yang membangun masjid Al-Aqsa di Kudus. Masjid yang dari luar terlihat seperti Pura itu memberikan pesan bahwa dahulu sunan Kudus menyebarkan agama Islam dengan cara yang halus. Penduduk beragama Hindu dapat dengan mudah memasuki masjid Al-Aqsa tanpa rasa sungkan, walaupun setelah memasuki gapura didalamnya terdapat sebuah masjid. Bahkan sunan Kudus itu melarang umat Islam untuk menyembelih sapi ketika hari raya Idul Adha, mengapa? Karena menjaga perasaan –yang mewakili jiwa– umat Hindu. Coba bayangkan, perasaan, jiwa aja dijaga apalagi raga coba?

Tuduhan terorisme yang dilekatkan pada umat Islam sekarang ini sangatlah jauh dari kenyataan yang ada. Dimana sejak zaman Nabi Muhammad SAW sampai zaman Wali Songo bahkan hingga saat ini terbukti bahwa dimana negeri yang mayoritas penduduknya beragama Islam maka penduduk yang bukan Islam akan dihormati, dilindungi bukan seperti penduduk agama Islam yang menjadi minoritas, mereka dikucilkan, dilarang beribadah, bahkan masjid-masjid dibakar. Itulah kenyataannya.

Kalau dalih jihad para teroris mempunyai landasan QS. Al-Baqoroh: 110 maka itu adalah salah besar, karena kita boleh memerangi suatu kaum ketika kaum tersebut lebih dahulu memerangi kita.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *